Jakarta - “Sejak otonomi daerah dilaksanakan, terjadi perubahan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membuat perencanaan pembangunannya secara mandiri. Perubahan ini tentu membutuhkan dukungan data BPS. Saat ini data BPS desainnya masih terbatas pada level nasional dan provinsi. Sementara untuk level kabupaten/kota masih sedikit,” ujar Margo Yuwono, Deputi Statistik Bidang Sosial BPS di hadapan 75 peserta pelatihan Small Area Estimation (SAE) tahap pertama yang berasal dari BPS pusat, IPB, dan perwakilan Sekretariat SDGs Nasional di Hotel Grand Mercure Kemayoran, (19/6).
Jumlah indikator SDGs yang diharapkan pemerintah tersedia di BPS sebanyak 117 indikator di level nasional, 105 indikator di level provinsi, dan 67 indikator di level kabupaten/kota. Saat ini baru tersedia 83 dan 67 indikator di level nasional dan provinsi. Untuk level kabupaten/kota belum tersedia. “Dengan SAE ini diharapkan gap antara level nasional dan kabupaten/kota dapat dihilangkan, sehingga memudahkan pemerintah daerah membuat kebijakan,” Margo menambahkan.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, Dekan Pascasarjana IPB menjelaskan, “Saya ingat, berdasarkan sejarahnya, SAE pertama kali diucapkan oleh almarhum Sutjipto Wirosardjono pada tahun 2000-an. Pak Tjip mengatakan sekarang zaman reformasi, yang harus dicermati adalah berubahnya sistem yang sentralistik menjadi desentralisitik. Yang berkuasa bukan lagi pusat, tetapi daerah. Dampaknya adalah BPS harus mengubah cara berpikirnya. Tidak bisa lagi berpikir sentralistik, dalam hal data misalnya, tidak bisa lagi seolah-olah data itu ada di pusat semua, BPS harus sudah memikirkan SAE."
Kebutuhan kepala daerah terhadap data pada level mikro semakin tinggi. Jika sampel kecil, maka dengan SAE akan menghasilkan statistik yang efektif dan efesien. SAE memanfaatkan informasi lain seperti informasi dari area lain yang bertetanggaan (neighbouring areas) yang berkorelasi erat atau hasil survei yang dilakukan berulang-ulang. Manfaatnya, biaya yang dikeluarkan untuk pengumpulan data lebih hemat, tetapi menghasilkan statistik dengan ketelitian yang memadai.