Bekasi - Terorisme masih menjadi ancaman bagi Indonesia. Data Global Terrorism Index (GTI) 2016 menyebutkan bahwa dari 129 negara, Indonesia menempati urutan ke-38 negara dengan pengaruh terorisme tertinggi. Berbagai upaya penanggulangan terorisme telah dilakukan, baik secara pencegahan maupun penindakan. Namun, upaya ini dirasa belum maksimal karena dasar dari kedua upaya tersebut masih sangat terbatas. Diperlukan informasi tentang potensi terorisme yang mampu mengukur dan memetakan ancaman terorisme di wilayah Indonesia.
Indeks Risiko Terorisme menjadi alternatif yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Oleh karena itu, BPS kembali bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan Survei Risiko Terorisme (SRT) 2018. Ini merupakan pelaksanaan SRT kedua setelah tahun lalu dilakukan di Pulau Jawa. Untuk tahun ini, dilaksanakan di 68 kabupaten/kota di luar Pulau Jawa.
“Terorisme, ekstremisme, dan kejahatan antarbangsa merupakan persoalan serius yang perlu segera diatasi. Ketiga masalah tersebut berpotensi mengancam eksistensi negara,” ujar Asep Adang Supriyadi, Sekretaris Utama BNPT. Pemaparan yang tentang bahaya terorisme, kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan terorisme mampu menyita perhatian sekitar 304 peserta. Bagaimana tidak, video-video terkait terorisme terpampang jelas di tiga layar ruang acara.
Kegiatan "Sosialisasi kepada Penanggung Jawab Kegiatan di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota serta Pelatihan Petugas Asesor SRT 2018" ini dibuka oleh Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Margo Yuwono di Hotel Harris Bekasi, (2/11). "Narasumber atau responden dalam SRT 2018 bukan para teroris,” canda Margo. Responden atau narasumber SRT 2018 adalah institusi keamanan serta komponen masyarakat sipil yang memiliki pemahaman teritorial dengan baik. “Oleh karena itu, koordinasi, hubungan baik, serta komunikasi dengan para narasumber menjadi penting,” tambahnya.