26 Maret 2014 | Kegiatan Statistik Lainnya
Seiring dengan di-launching-nya Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, tepat pukul 14.00 WIB, 29 Januari 2014, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mengumumkan bahwa penduduk Indonesia di tahun 2035 diproyeksi sebesar 305,6 juta. Diluncurkannya salah satu produk BPS ini dihadapan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, gubernur, dan media massa merupakan komitmen tinggi pemerintah terhadap perencanaan pembangunan ke depan.
Seberapa penting data proyeksi penduduk bagi pembangunan? Berikut ulasan mendalam bersama Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Razali Ritonga.
Grand Design Pembangunan
Proyeksi Penduduk (PP) memegang peranan penting bagi Pemerintah dalam membuat rencana pembangunan di segala bidang. Secara teknis BPS bertanggung jawab atas metodologi dan pengumpulan data di lapangan. Akan tetapi PP ini merupakan think tank dari sejumlah pihak seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan, UNFPA, dan para ahli demografi dengan menggunakan asumsi kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk.
Berbicara mengenai proyeksi, artinya kita bicara mengenai perkiraan yang dibalut dengan pendekatan-pendekatan eksak yang di atas kertas dapat diperhitungkan. Apakah nantinya akan akurat? Belum tentu, karena masalah kependudukan itu sesuatu yang dinamis dan unpredictable. Dalam proyeksi 2000-2025 misalnya, jika dibandingkan dengan hasil lapangan Sensus Penduduk 2010 terdapat selisih 3,5 juta. Dimana jumlah penduduk tahun 2010 diproyeksikan 234 juta jiwa,
namun pada kenyataannya mencapai angka 237,6 juta jiwa. Proyeksi 2000-2010 menggunakan asumsi angka kelahiran sebesar 2,1 pada tahun 2015, namun sampai saat ini angka kelahiran nyatanya stagnan di 2,6.
Merujuk pada pandangan Razali Ritonga, “Proyeksi penduduk ini ibarat mercusuar. Pemerintah harus punya grand design untuk pembangunan di seluruh sektor dan terkait kebutuhan dasar
penduduk. Hasil proyeksi ini dapat digunakan untuk investasi jangka panjang pemerintah.” Dengan PP, paling tidak pemerintah dapat bersiap menghadapi berbagai kemungkinan yang saat ini dapat kita lihat dari hasil PP. Jelasnya, perencanaan berdasarkan hasil PP dapat memperkecil kemungkinan terburuk di masa depan.
Isu Kependudukan di Masa Mendatang
Berbicara mengenai kependudukan, melalui PP kita dapat melihat berbagai problema kependudukan yang mungkin akan atau sedang kita alami. Isu kependudukan yang paling menarik salah satunya adalah bonus demografi. Sebuah negara dikatakan mengalami bonus demografi jika dua orang penduduk usia produktif (15-64) menanggung satu orang tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun atau lebih). Indonesia, menurut perhitungan, sudah mengalami bonus demografi sejak tahun 2012, dan puncaknya akan terjadi di tahun 2028-2030. “Untuk level nasional sebetulnya hanya rangkuman, karena setiap daerah keadaannya berbeda-beda. DKI Jakarta misalnya, sudah menikmati bonus demografi sejak tahun 1980an. Faktornya karena migrasi, usia produktif dari luar masuk ke Jakarta. Dampaknya, daerah pengirim migran akan kehilangan usia produktif, misalnya Nusa
Tenggara Timur. Daerah penerima migran sebenarnya diuntungkan untuk penyediaan tenaga kerja asal dapat dikelola secara baik, jika tidak dikelola bisa menjadi musibah, misalnya kesempatan kerja yang terbatas, pengangguran, dan konflik sosial,” jelas pria yang tulisannya sering dimuat berbagai surat kabar nasional ini.
Menurut Razali, bonus demografi ini merupakan fenomena unik yang akan terjadi hanya sekali dalam setiap peradaban bangsa. “Apa untungnya? Sepertiga dari pertumbuhan ekonomi itu disumbang oleh bonus demografi,” tambah Razali. Isu lainnya adalah aging population, yang akan terjadi di Indonesia pada tahun 2020. Suatu negara mengalami aging population jika 10 persen dari jumlah penduduknya berusia 60 tahun ke atas.
“Kondisi ini berdampak pada peningkatan ketersediaan jaminan hari tua dan tunjungan kesejahteraan di suatu negara harus dipersiapkan pemerintah dari sekarang,” jelasnya. Terakhir berkaitan dengan komposisi penduduk. Pada tahun 2013, pertama kali jumlah penduduk
kota akan melebihi penduduk desa. “Ini sudah terjadi di Indonesia.Efeknya, pembangunan akan terpusat di kota-kota,” tegas Razali. Isu kependudukan ini tidak lain dapat dilihat dari PP. Inilah
mengapa banyak stakeholder yang berkepentingan terhadap hasil data PP. Dan sekali lagi PP merupakan mercusuar yang berguna untuk pembangunan suatu negara.
Bagi BPS sendiri, data PP sangat bermanfaat untuk memperkirakan angka absolut pengangguran, angka kemiskinan, menghitung pendapatan per kapita, dan masih banyak lagi. Mengutip
ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada launching Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, “Ada implikasi yang menantang dari proyeksi penduduk ini. Saya memberi penghargaan bagi yang menyusun buku ini, Bappenas, BPS, dan pihak yang ikut berkontribusi untuk memikirkan Indonesia 20 tahun mendatang. Mari kita hidupkan tradisi pemikiran seperti ini, berpikirlah, sehingga bangsa ini tidak kehabisan gagasan dan perencanaan.”