10 Juni 2014 | Kegiatan Statistik
Sebagai wujud kepedulian terhadap pengelolaan Barang Milik NEgara (BMN), BPS melakukan pendataan yang dikemas dengan label Sensus BMN.
Tak hanya sensus besar di tahun-tahun berakhiran angka 0, 3, dan 6, BPS kini tengah aktif mempersiapkan dimulainya sensus barang. Serangkaian kegiatan dari mulai pelatihan petugas hingga penyiapan database rujukan pun dilakukan. Sensus BMN atau sensus barang merupakan sensus yang semestinya wajib dilaksanakan oleh setiap kementerian dengan periode lima tahun sekali. Namun dalam kenyataannya, hingga saat ini baru Kemenkeu yang pernah melaksanakan sensus tersebut. BPS merupakan instansi pemerintahan kedua yang akan menjalankannya. Hal ini perlu diacungi jempol, merujuk beberapa waktu terakhir BPS tak henti-hentinya menerima penghargaan di bidang ini.
Njelimet Kendala yang Dihadapi
Menjelang waktu pelaksanaannya di bulan Mei ini, setiap satker diminta melakukan update Daftar Barang Dalam Ruangan (DBR) dan Daftar Barang Lainnya (DBL) untuk memudahkan pengecekan.Updating ini tentu bukanlah perkara mudah, tak kalah rumit dengan urusanteknis macam updating rumah tangga atau updating pemetaan.
Sensus kali ini akan merujuk database SIMAK pada akhir 2013, Di mana kendalanya? Banyak. Kondisi barang di akhir 2013 tentu sudah berbeda dengan Mei 2014 ini. Sebut saja kendaraan operasional di satker provinsi yang sudah didistribusikan ke satker kab/kota, ini akan menjadikan status ‘barang tidak ditemukan’. Atau kondisi sebaliknya, di mana satker provinsi menerima kiriman barang dari pusat yang belum tercatat di akhir 2013 lalu dan menjadi status ‘barang berlebih’. “Memang kondisi di atas dapat terjelaskan, tapi tentu menjadi PR bagi petugas sensus” jelas Yenny Eviyanti, Kasubbag Inventarisasi yang juga menjadi Instruktur dalam pelatihan petugas sensus BMN lalu.
Tantangan lain di daerah adalah bagi mereka yang sedang melakukan revitalisasi
gedung kantor. Proses pindahan gedung seringkali menyisakan laporan ‘barang hilang’, entah karena penempatannya yang berpindah atau karena adanya oknum yang terlalu kreatif mengamankan. Atau perbedaan klasifikasi barang karena dulu dalam perencanaannya dijadikan satu dalam pembangunan gedung.
Tidak berhenti di situ, tantangan lain adalah barang-barang nonbudgeter yang wujudnya ada di ruangan. Apakah si empunya barang membuat akad hibah menjadi milik BPS atau menjadi barang yang tercatat sebagai dana pihak ketiga? Ini akan menjadi catatan tersendiri
Operator SIMAK: Garda Terdepan.
Yenny mengajak para petugas sensus untuk mengingatkan seluruh pegawai BPS kooperatif dalam pelaksanaan sensus ini. Dalam memindah-mindahkan barang misalnya, selalu laporkan pada operator SIMAK, sehingga kondiri DBR terus akurat. “Memang harus ditanamkan bahwa barang negara ini adalah tanggungjawab bersama, apalagi bagi mereka yang menggunakan
fasilitasnya. Jadi tolong bantu kami untuk tertib administrasinya” harap Yenny.
Pitono, Kepala Biro Umum tak hentihentinya memberikan semangat pada jajaran di bawahnya untuk mensukseskan kegiatan ini. Meskipun dalam kenyataannya grade operator SIMAK masih memprihatinkan, Ia terus mengingatkan bahwa para operator SIMAK wajib berbangga hati, karna biar bagaimanapun, predikat WTP ada karena bergantung pada ketelitian pekerjaan
mereka. “Jangan pernah merasa pekerjaan teknis itu lebih penting dibandingkan non teknis, pekerjaan kita sama pentingnya untuk kemajuan BPS” tegas Pitono. Ada slogan menarik yang disampaikan Pitono dalam prinsip bekerja, Ia mengemasnya dalam sebutan 4S, kerja keraS, kerja cerdaS, kerja tuntaS dan kerja dengan ikhlas.