Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, yang akan berperan sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak wajib mendapatkan perlindungan. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Gusti Ayu Bintang Darmawanti dalam pidato kuncinya pada acara peluncuran Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), di Hotel Pullman, Jakarta, (4/02).
Gusti Ayu juga mengapresiasi BPS yang telah mengumpulkan, mengolah dan menerbitkan data perkawinan anak di Indonesia di tingkat nasional dan provinsi. “Ke depannya, saya berharap BPS juga dapat menghasilkan data di tingkat kabupaten/kota yang bermanfaat sebagai bahan masukan terkait upaya-upaya intervensi pelayanan yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam sambutannya Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa, mengatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, praktik perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 3,5 persen. Namun, penurunan ini masih tergolong lambat dan diperlukan upaya yang sistemik dan terpadu untuk mencapai target sebesar 8,74 persen pada tahun 2024 dan menjadi 6,94 persen pada tahun 2030.
Sedangkan Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Gantjang Amanullah, menjelaskan bahwa jika pencegahan perkawinan anak ini gagal maka akan ada delapan indikator SDGs yang terdampak, terutama terkait dengan kesehatan, pendidikan, kemiskinan, dan sebagainya. Lebih lanjut Gantjang menjelaskan bahwa menurut hasil proyeksi SUPAS 2015 diperkirakan perkawinan anak perempuan Indonesia mencapai 1,2 juta, dan ini menjadikan Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi di dunia. “Dari sisi jumlah perkawinan anak, Indonesia adalah nomor satu di dunia. Ingat penduduk Indonesia adalah nomor empat terbanyak di dunia,” tegasnya.
Dalam acara tersebut di luncurkan pula Publikasi “Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda,” hasil kerjasama Kementerian PPN/Bappenas, Unicef, Puskapa, dan BPS.