BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas - Berita - Badan Pusat Statistik Indonesia
Badan Pusat StatistikBadan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik

BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas

BPS Dukung Hak Penyandang Disabilitas

10 Juni 2014 | Kegiatan Statistik


Masyarakat mengenal istilah disabilitas atau difabel sebagai seseorang yang menyandang cacat. Inilah yang secara kasat membuat kita mengartikan penyandang disabilitas sebagai individu yang kehilangan anggota atau struktur tubuh seperti kaki/tangan, lumpuh, buta, tuli, dan sebagainya. Dengan demikian disabilitas diidentikkan dengan kecacatan yang terlihat. Pembatasan makna disabilitas dengan kecacatan inilah yang menyebabkan undercoverage, sehingga pendataan disabilitas yang mengacu pada konsep kecacatan akan menghasilkan data yang underestimate.

Dalam Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) tahun 2007 di New York, Amerika Serikat, negaranegara di dunia telah menyepakati bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif. Penekanan makna disabilitas dalam konsep ini adalah adanya gangguan fungsi yang berlangsung lama dan menyebabkan terbatasnya partisipasi di masyarakat.

Identifikasi Penyandang Disabilitas

Dengan menilik pada kesepakatan CRPD di atas sekarang apakah ketika melihat orang dengan fisik yang lengkap langsung kita kategorikan sebagai BUKAN penyandang disabilitas? Jawabnya tentu TIDAK, karena disabilitas tidak dapat dipastikan dengan apa yang dilihat, tetapi ditentukan dengan apa yang kita amati. Setiap orang bisa mengalami lebih dari satu jenis gangguan. Oleh karena itu, kita tanyakan satu persatu apakah memiliki gangguan penglihatan, pendengaran, mobilitas/menggerakkan kaki atau tangan, mengingat dan berkonsentrasi, perilaku dan emosi, komunikasi, dan mengurus diri sendiri. Khusus untuk anak ditambahkan pertanyaan terkait gangguan dalam bermain dan belajar. Anak mengalami gangguan jika kejadian yang dialaminya tidak biasa dialami oleh anak seusianya, seperti anak yang secara kasat mata terlihat seperti anak seusia lainnya namun ternyata autis atau hiperaktif.

Instrumen Pendataan Disabilitas dalam Survei

Pada tahun 2001 di Washington, Amerika Serikat, negaranegara di dunia yang diwakili oleh badan/kementerian yang menangani statistik menyepakati suatu instrumen pendataan disabilitas yang hasilnya dapat dibandingkan antarnegara atau sering dikenal dengan instrumen rekomendasi Washington Group (WG). Pertanyaan disusun dengan pendekatan rumah tangga dan menanyakan setiap jenis gangguan yang dialami. Jawaban disediakan dalam bentuk gradasi sesuai dengan tingkat gangguan yang dialami responden sedikit/banyak/total atau tidak mengalami kesulitan.

Pelaksanaan dan Publikasi Pendataan Khusus Disabilitas

Masih sedikit negara yang menyelenggarakan survei khusus disabilitas dan mempublikasikannya secara khusus. Indonesia, dalam hal ini BPS, sebenarnya sejak tahun 1980 telah memberikan perhatian terhadap data disabilitas dengan mencantumkan pertanyaan disabilitas di dalam sensus ataupun survei, seperti Sensus Penduduk, Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Sosial Budaya dan Pendidikan, Potensi Desa, dan Pendataan Program Perlindungan Sosial. Namun dalam sensus ataupun survei tersebut penggunaan konsep definisi, bentuk pertanyaan dan jawaban, serta cakupan jenis pertanyaannya belum sepenuhnya sesuai dengan amanat CRPD dan rekomendasi WG. Sampai akhirnya pada bulan Juni 2013 hingga Mei 2014, BPS didukung oleh UNFPA-WHO-UNICEF, dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait, pakar peneliti, serta organisasi penyandang disabilitas telah mengembangkan instrumen disabilitas yang merujuk rekomendasi WG. Hasil instrumen pun telah diluncurkan pada 7 Mei 2014 dalam acara Launching of Instrument for Disability Survey.

Dengan mengangkat tema “Making Their Hidden Situation, Unhidden” launching instrumen ini bermakna untuk memberikan persamaan dan kesamaan sebagai hak asasi dalam proses pembangunan. Instrumen terdiri dari tiga jenis, yaitu rumah tangga, individu dewasa (18 tahun ke atas), dan individu anak (2-17 tahun). Pertanyaan instrumen individu meliputi identifikasi disabilitas. Pertanyaannya pun lebih mendalam: kapan mengalami disabilitas, penyebab disabilitas, alat bantu yang digunakan, aksesibilitas terhadap fasilitas umum, pendidikan, pekerjaan, dan politik.

Mendata mengenai disabilitas tentunya mempunyai keunikan sendiri, nantinya petugas pun harus dibekali dengan materi peningkatkan sensitivitas terhadap disabilitas agar dapat lebih berempati. Petugas harus mengetahui bagaimana mengenali ciri, kebutuhan, maupun hambatan dalam kehidupan para penyandang disabilitas. Instrumen sudah disiapkan, pemerintah pun menyadari pentingnya data disabilitas dalam pembangunan, dan para penyandang disabilitas menanti haknya dipenuhi. Maka pendataan ini harus direalisasikan melalui survei khusus disabilitas.
Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik(BPS - Statistics Indonesia)

Jl. Dr. Sutomo 6-8

Jakarta 10710 Indonesia

Telp (62-21) 3841195; 3842508; 3810291

Faks (62-21) 3857046

Mailbox : bpshq@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik