Nomor Katalog | : | 2301014 |
Nomor Publikasi | : | 04140.1905 |
ISSN/ISBN | : | 2598-5663 |
Frekuensi Terbit | : | 2 Tahunan |
Tanggal Rilis | : | 9 Desember 2019 |
Bahasa | : | Indonesia |
Ukuran File | : | 22.03 MB |
Abstraksi
Fenomena mobilitas tenaga kerja
yang terjadi di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu mobilitas tenaga kerja
secara spasial dan mobilitas tenaga kerja nonspasial. Mobilitas tenaga kerja
secara spasial juga terdapat dua jenis, yaitu mobilitas secara permanen dan
nonpermanen. Sementara mobilitas tenaga kerja nonspasial merupakan perpindahan
dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, baik menurut sektornya maupun status
pekerjaannya.
Penulisan publikasi tentang analisis mobilitas tenaga kerja
hasil Sakernas 2018 ini berusaha untuk mengeksplorasi potensi mobilitas tenaga kerja, baik dilihat dari sisi pekerja pelaku mobilitas permanen maupun nonpermanen, serta pekerja pelaku mobilitas pekerjaan (job mobility).
Sejalan dengan teori migrasi, hasil olahan
menunjukkan bahwa migrasi selektif terhadap jenis kelamin, status perkawinan dan
pendidikan yang ditamatkan. Laki-laki cenderung lebih
banyak melakukan migrasi daripada perempuan.
Ditinjau dari status perkawinan, pekerja berstatus migran yang belum kawin proporsinya lebih besar dibandingkan
mereka yang berstatus kawin dan cerai.
Selain itu, pekerja yang berstatus migran sebagian besar didominasi oleh mereka
yang berpendidikan SMA ke atas.
Pekerja
migran paling banyak bekerja di sektor perdagangan besar
dan eceran, reparasi, dan perawatan mobil. Diikuti kemudian
dengan sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan dan sektor
industri pengolahan. Tiga puluh persen pekerja
migran bekerja sebagai tenaga produksi, operator alat angkutan, dan
pekerja kasar. Sementara yang merupakan tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan hanya sekitar satu persen. Jika dilihat dari status pekerjaan, lebih dari separuh pekerja migran
berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai. Kemudian pekerja migran yang bekerja di tiap
sektor ekonomi sebagian besar bekerja pada jam kerja normal.
Dalam lingkup provinsi, Jawa Barat merupakan provinsi dengan persentase pekerja
migran paling besar, diikuti
kemudian dengan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hampir di seluruh provinsi di
Indonesia didominasi oleh penduduk yang berasal dari provinsi-provinsi
di Pulau Jawa.
Provinsi-provinsi yang dimaksud yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur.
Sakernas
2018 menunjukkan bahwa terdapat pola yang sama antara mobilitas ulang-alik dan mobilitas sirkuler menurut
gender. Pekerja laki-laki lebih banyak melakukan kedua
mobilitas nonpermanen tersebut dibandingkan pekerja perempuan. Perempuan
cenderung menjadi stayers yaitu
bekerja di lokasi yang sama dengan lokasi tempat tinggalnya. Menurut
pendidikan, proporsi terbesar pelaku mobilitas ulang-alik adalah pekerja
berpendidikan SMA ke atas dan sebaliknya untuk mobilitas sirkuler adalah
pekerja dengan pendidikan di bawah SMA. Dari aspek wilayah, pekerja yang
tinggal di perkotaan lebih mobile
daripada pekerja yang tinggal di perdesaan. Pekerja yang tinggal di perkotaan
memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan mobilitas ulang-alik, dan
sebaliknya pekerja yang tinggal di perdesaan mempunyai peluang lebih besar
untuk melakukan mobilitas sirkuler. Berdasarkan status perkawinannya, mereka yang tidak/belum menikah cenderung melakukan mobilitas ulang-alik, sebaliknya mereka yang sudah menikah berpeluang lebih besar untuk
melakukan mobilitas sirkuler.
Mobilitas nonpermanen lebih banyak
terjadi pada kelompok usia 20-49 tahun. Kelompok usia pekerja pelaku mobilitas
nonpermanen membentuk pola “U” terbalik dengan puncaknya pada kelompok umur 25-49 tahun. Pekerja komuter lebih banyak
berada pada usia muda, sebaliknya pekerja sirkuler lebih banyak pada usia diatas 30
tahun. Semakin tua,
semakin kecil kecenderungan pekerja melakukan mobilitas nonpermanen. Mereka lebih memilih bekerja di
kabupaten/kota yang sama dengan tempat tinggal mereka.
Komuter
paling banyak bekerja di sektor sektor perdagangan
besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sektor industri pengolahan, kemudian
diikuti dengan sektor konstruksi. Sementara itu, pekerja sirkuler paling banyak
terserap pada sektor sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil serta
sektor industri pengolahan.
Kegiatan
mobilitas didasari oleh motivasi ekonomi untuk mendapatkan tingkat penghasilan
yang lebih baik, sehingga banyak pekerja yang memilih untuk meninggalkan sektor
pertanian dan melakukan mobilitas nonpermanen ke kabupaten/ kota lain dengan
bekerja di sektor lain seperti industri, perdagangan, atau jasa-jasa yang dapat
memberikan upah yang lebih tinggi dibandingkan mereka harus bekerja sebagai
pekerja sektor pertanian. Baik pekerja komuter maupun pekerja sirkuler paling
banyak bekerja sebagai tenaga kerja produksi, operasional alat angkutan, dan
pekerja kasar. Selain itu, pekerja komuter maupun pekerja sirkuler sebagian
besar berstatus buruh/ karyawan/pegawai.
Secara
umum, pekerja komuter maupun pekerja sirkuler telah bekerja dengan jam kerja normal, hanya
sebagian kecil saja yang masih bekerja di bawah jam kerja normal. Besarnya proporsi yang bekerja sesuai jam
kerja normal ini terjadi karena mayoritas pekerja komuter maupun pekerja
sirkuler berstatus sebagai
buruh/karyawan/pegawai.
Sebagian
besar pekerja komuter maupun sirkuler merupakan pekerja
sektor upahan atau biasa disebut pekerja sektor formal. Ketika
dirinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, terdapat pola yang
menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin besar pula kecenderungan mereka masuk dalam
pekerjaan formal.
Mayoritas pekerja komuter
membutuhkan waktu tempuh antara setengah sampai satu jam menuju tempat kerjanya. Hanya sedikit yang
memakan waktu di atas dua jam. Berdasarkan moda transportasi yang digunakan, pekerja komuter yang memanfaatkan transportasi umum, bersama, dan
pribadi
sebagian besar menghabiskan waktu tempuh antara setengah sampai satu jam.
Pekerja
Indonesia lebih banyak yang bekerja di lokasi yang sama dengan lokasi tempat
tinggalnya yaitu dalam satu kabupaten/kota (stayers).
Meskipun demikian persentase pelaku mobilitas nonpermanen mengalami
peningkatan. Dalam lingkup provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, DI
Yogyakarta, dan Bali merupakan provinsi-provinsi dengan persentase pelaku
mobilitas nonpermanen terbesar. Dukungan sarana dan prasarana transportasi yang
memadai, memudahkan pekerja melakukan mobilitas nonpermanen baik harian,
mingguan, ataupun bulanan.
Penyumbang komuter terbesar di
Indonesia adalah provinsi-provinsi di pulau Jawa yang mencapai angka 76,5 persen. Hal ini wajar karena memang
kota-kota besar di Indonesia kebanyakan berada di Pulau Jawa. Jawa Barat merupakan provinsi
dengan persentase pekerja
komuter yang paling besar.
Mobilitas
pekerjaan merupakan suatu bentuk perpindahan non fisik tenaga kerja. Berbeda
dengan mobilitas spasial yang memperhatikan dimensi geografis, mobilitas
pekerjaan memberikan perhatian pada perubahan lapangan pekerjaan dan status
pekerjaan tenaga kerja. Temuan menunjukkan bahwa pekerja laki-laki cenderung pernah pindah pekerjaan
dibandingkan pekerja perempuan. Sementara jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, pekerja di
perkotaan juga lebih banyak yang pernah pindah pekerjaan daripada pekerja yang
tinggal di perdesaan.
Secara umum terlihat bahwa
semakin tinggi umur pekerja maka akan semakin kecil kecenderungan untuk pindah
dari tempat kerja. Tingginya kecenderungan turn
over pada kelompok umur produktif (15-24, 25-34, dan 35-44 tahun)
mengindikasikan dinamisnya pasar kerja di Indonesia.
Perpindahan pekerjaan paling besar
terjadi karena alasan internal. Pada kelompok umur muda, perpindahan pekerjaan
lebih banyak disebabkan karena alasan internal. Semakin tua
umur pekerja, semakin kecil kecenderungan untuk pindah pekerjaan yang
disebabkan karena faktor internal.
Sektor yang
termasuk banyak diantara pekerjanya yang pindah pekerjaan adalah sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil. Namun, sebagian besar dari mereka melakukan perpindahan pekerjaan
masih dalam sektor yang sama. Apabila dilihat menurut status pekerjaan
sebelum pindah, yang paling banyak melakukan perpindahan pekerjaan
adalah mereka yang berstatus buruh/ karyawan/pegawai.
Pengalaman bekerja
di luar negeri akan memberi nilai tambah tersendiri bagi mereka
yang mengalaminya. Sayangnya, dari
seluruh penduduk berusia 15 tahun ke atas, hanya sekitar 1 (satu) persen saja
yang pernah mengenyam pengalaman bekerja di luar negeri, dan sebagian besar dari mereka pernah bekerja di Malaysia. Mayoritas
dari mereka yang pernah bekerja di Malaysia, Arab Saudi, dan Taiwan mempunyai
latar belakang pendidikan di bawah SMA. Di sisi lain, mereka yang pernah
bekerja di negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang ternyata
didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMA ke atas. Hal tersebut menunjukkan
bahwa akses untuk menembus pasar tenaga kerja di negara-negara tersebut
membutuhkan keahlian yang tinggi.