16 Februari 2016 | Kegiatan Statistik Lainnya
Wisatawan mancanegara
(wisman) adalah salah
satu penyumbang devisa
yang cukup besar bagi
Indonesia. Data jumlah kunjungan tamu
mancanegara pun sangat dibutuhkan
dalam penyusunan rencana maupun
kebijakan di bidang pariwisata. Hingga
saat ini data jumlah kunjungan telah
dikumpulkan secara rutin dari setiap
kantor imigrasi, terutama untuk wisman
yang berkunjung melalui pintu-pintu
utama. Namun wilayah Indonesia yang
sangat luas dengan kondisi perbatasan
yang beragam serta keterbatasan
kantor imigrasi, membuat tidak semua
penduduk luar negeri yang masuk wilayah
Indonesia dapat tercatat. Untuk itu
Kementerian Pariwisata membutuhkan
pendataan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara di wilayah perbatasan
yang belum tercatat dan dilaporkan oleh
kantor imigrasi, agar data yang disajikan
dapat menggambarkan kondisi yang
menyeluruh dan akurat.
Studi Pendataan Wisman di
Perbatasan Tahun 2016 ini adalah kegiatan
yang terlaksana atas kerjasama BPS dan
Kementerian Pariwisata. Cakupan studi
ini terdiri dari pintu/pos lintas batas
(PLB) Indonesia dengan negara-negara
tetangga. Secara geografis, Indonesia
berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, dan
Timor Leste dengan banyak PLB. Studi ini
dilaksanakan di enam provinsi di Indonesia
yaitu Riau, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, dan Papua dengan melibatkan PLB
tertentu. Pendataan dilakukan selama tujuh
hari berturut-turut pada minggu ke III bulan
Januari 2016. Tim pencacah tiap-tiap PLB
terdiri dari petugas gabungan BPS (pusat),
Kementerian Pariwisata, BPS kabupaten/
kota, dan pegawai imigrasi.
Pendataan di Oepoli, Kabupaten Kupang
Oepoli, daerah perbatasan yang
berjarak kurang lebih 200 km dari Kota
Kupang merupakan salah satu PLB di
Kabupaten Kupang yang terpilih dalam
pendataan ini. Oepoli berbatasan langsung
dengan wilayah kantong Distrito Oecusse
Timor Leste. Untuk mencapai daerah ini
diperlukan waktu 10-12 jam perjalanan
darat dengan medan yang sangat berat.
Rute perjalanan harus melewati desa-desa
di kaki gunung dengan akses jalan berbatu
tanpa aspal dan menyeberangi sungai-sungai
tanpa jembatan, sehingga tidak semua jenis
kendaraan dapat menuju ke wilayah ini.
Oepoli terletak di kecamatan
Amfoang Timur yang sangat jauh sekali
dari kesan kawasan perbatasan yang
maju. Minimnya akses sinyal komunikasi,
listrik, dan air adalah gambaran yang tepat untuk daerah ini. Seperti layaknya kawasan
perbatasan, PLB Oepoli dikawal oleh kepolisian,
TNI, dan pegawai imigrasi yang siap menjaga
keamanan daerah perbatasan Indonesia-Timor
Leste.
Pendataan PLB Oepoli dilakukan
sebagaimana mestinya dengan dibantu
koordinasi pemerintah desa setempat, TNI,
dan pegawai imigrasi. Namun, PLB Oepoli
merupakan PLB yang jarang dilintasi oleh
penduduk Timor Leste ataupun penduduk
Indonesia. Keadaan sosial ekonomi dan juga
geografis yang relatif sama dari penduduk
kawasan perbatasan membuat penduduk
hanya akan melintas ketika ada acara adat,
pernikahan, kedukaan, dan hari pasar yang ada
setiap hari Selasa.
Mayoritas penduduk Timor Leste
yang melintas berasal dari Suco (desa dalam
istilah bahasa Indonesia) Naktuka dan
Citrana. Penduduk Naktuka dan Citrana masih
menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa
daerah Dawan sebagai bahasa komunikasi
sehari-hari. Pada hari pasar, penduduk
perbatasan banyak yang melintas hanya
untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Mereka harus berjalan sejauh kurang lebih
tujuh kilometer untuk tiba di Oepoli. Dengan
membawa KTP dan surat keterangan suco,
pelintas batas melakukan registrasi di pos TNI,
Polri, dan kantor imigrasi agar mereka diijinkan
masuk ke wilayah NKRI.
-Husnul Chotimah, Staf Subdit Statistik Keuangan
BPS